PEMILU serentak 17 April 2019 telah berakhir seiring dengan penetapan calon DPR, DPD, DPRD dan Calon Presiden dan Wakil Presiden terpilih oleh Komisi Pemilihan Umum. Tinggal menunggu waktu para calon terpilih dilantik untuk menududuki singgasana pelayanan.
Namun, rupanya para calon terpilih (teristimewa DPD, DPR dan DPRD) harus tetap sabar menunggu lantaran banyak kasus pemilihan umum baik itu pemilihan presiden dan wakil presiden maupun pemilihan anggota DPD dan DPR serta DPRD, yang hasilnya masih disengketakan di Mahkama Konstitusi.
Ketika publik mengarahkan perhatiannya pada sidang sengketa hasil pemilihan umum presiden dan wakil presiden di Mahkama Konstitusi, muncul berita panas dari Kabupaten TTS pada media online fakta tts.com, yang dirilis tanggal 18 Juni 2019 yang mengutip Man Bansae:” Nope Nabuasa Bisa Ganti Renny Un.”
Sebagai Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pemilu NTT, yang eksis pada advokasi kepemiluan, saya tertarik untuk mengupas kasus ini.
Menakar Peluang Caleg Berkarya
Warta fakta-tts.com yang berjudul Manbansae:” Nope Nabuasa Bisa Ganti Renny Un.” Tesisnya sederhana bahwa dalam persyaratan pencalonan DPRD, Partai Demokrat tidak memenuhi kuota minimal 30% perempuan.
Judul berita ini tentu semakin menaikan tensi politik di TTS yang mungkin saja membuat caleg terpilih dari Partai Demokrat ketar-ketir.
Pertanyaan kita, benarkah demikian bahwa Nope Nabuasa bisa menggantikan Renny Un, caleg terpilih dari Partai Demokrat?
Mari kita periksa pernyataan ini dengan tetap mengacu pada regulasi kepemiluan yang memayungi hajatan demokrasi ini.
Pada tahap Pencalonan anggota DPR/DPRD diatur dalam Pasal 245 UU No.7 Tahun 2017 diatur bahwa daftar bakal calon DPRD (sebagaimana pasal 243 ayat 3) memuat keterwakilan perempuan paling sedikit 30%.
Selanjutnya pasal 246 ayat (2) mengatur bahwa di dalam daftar bakal calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setiap tiga orang bakal calon terdapat paling sedikit satu orang bakal calon perempuan.
Bila pasal ini diterapkan di Dapil 8 NTT, maka di TTS ada enam bakal calon sehingga terdapat paling sedikit dua bakal calon perempuan.
Dalam kasus Partai Demokrat di Dapil 8 NTT sebagaimana yang dilaporkan Partai Berkarya, pada Daftar Calon Sementara (DCS) sampai pada penetapan Daftar Calon Tetap (DCT), Partai Demokrat memenuhi syarat keterwakilan perempuan minimal 30% karena terdapat enam calon tetap yang terdiri dari empat calon laki-laki dan dua calon perempuan.
Dua calon perempuan itu salah satunya adalah Noni A. Nope, SH. Pasca diumumkannya Daftar Calon Tetap, BKKBN Provinsi NTT menyurati KPU NTT bahwa Calon Tetap atas nama Noni A.Nope, SH masih berstatus sebagai Aparatur Sipil Negara.
Pertanyaannya, sebegitu beranikah ibu Noni A.Nope, SH mendaftarkan diri sebagai calon legislatif padahal beliau adalah ASN? Ibu Noni tentu tahu tata cara pencalonan legislatif. Bahwa sebagai ASN harus mengundurkan diri.
Maka jauh sebelum penetapannya sebagai Daftar Calon Sementara, pada bulan Agustus 2018 beliau mengajukan pengunduran diri dari ASN pada BKKBN Provinsi NTT. Terhadap permohonan itu, pada tanggal 17 September 2018 diterbitkannya Surat Tanda Terima Permohonan oleh BKKBN Provinsi NTT. Dengan mengantongi syarat inilah ibu Noni mendaftarkan diri sebagai Calon DPRD sampai pada akhirnya ditetapkan sebagai Calon Tetap.
Namun atas pengaduan BKKBN NTT melalui surat tanggal 25 Januari 2019 akhirnya KPU NTT membuat Surat Keputusan Nomor: 19a./PL-03-7-Kpt/53/Prov/II/2019 pada tanggal 18 Februari 2019 yang ditujukan kepada Ketua Partai Demokrat Provinsi NTT yang isinya antara lain sebagaimana tertuang dalam diktum pertama yakni menetapkan status calon nomor urut 4, DPRD NTT Partai Demokrat atas nama Noni A. Nope, SH menjadi Tidak Memenuhi Syarat.
Sedangkan pada diktum kedua dinyatakan bahwa penetapan ini tidak menghapus/ tidak menghilangkan dan / atau mengubah susunan nomor urut nama calon yang bersangkutan dari penetapan DPT, dan tidak berpengaruh pada penempatan dan keterwakilan 30 % perempuan serta tidak berakibat pada pembatalan calon lainnya pada daerah pemilihan yang dimaksud.
Jadi surat keputusan KPU NTT sudah jelas mengatakan bahwa sekalipun ibuNoni A. Nope, SH tidak memenuhi syarat, tetapi tidak berakibat pada pembatalan calon lainnya.
Maka bila kita takar perjuangan Partai Berkarya untuk “merebut” kursi Partai Demokrat, perjuangan itu hanya sia-sia. Absurd. Ibarat menegakan benang basah, atau dalam bahasa biblis, ibarat gajah masuk ke dalam lubang jarum. Karena apa? Karena kasus di atas terkategori kevakuman hukum.
No comments:
Post a Comment