• Jelajahi

    Copyright © Citra Nusa Online

    Iklan

    Iklan

    Benarkah Ada Bos Sapi di Ujung Jalan Bokong-Lelogama Rp 185 M?

    PT Mitratin Group
    Wednesday, July 3, 2019, July 03, 2019 WIB Last Updated 2019-07-02T23:04:09Z


    (Ulasan Redaksi)
    DALAM sidang Paripurna tanggal 19 Juni 2019 lalu, Fraksi Partai Demokrat (FPD) Dewan Perwakilan Daerah (DPRD) NTT mengungkapkan adanya pergeseran dan penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja (APBD) NTT Tahun Anggaran (TA) 2019 senilai lebih dari Rp 60 milyar tanpa sepengetahuan DPRD NTT sebagai lembaga pemegang legitimasi APBD.
    Adanya pergeseran anggaran siluman yang diungkapkan FPD dan dipublikasikan berbagai media tersebut tentu saja menyontak publik dijagat Flobamora? Masalah ini pun menjadi diskusi hangat berbagai kelompok, mulai dari kelompok arisan, group Face Book, Whats App, hingga kalangan birokrasi dan DPRD dalam 1 bulan belakangan ini.
    Dalam diskusi itu muncul berbagai pertanyaan, analisa dan spekulasi seputar pergeseran dan penggunaan dana tersebut. Namun pertanyaan mendasar yang mengemuka dalam diskusi tersebut adalah : Apa urgensi dari pergeseran anggaran Rp 60 M tersebut? Apa kepentingan Pemprov NTT dibalik alokasi anggaran Rp 185 M untuk membangun jalan milik Pemkab Kupang itu?
    Padahal disisi lain, Pemprov NTT tak mampu membiayai pembangunan jalan provinsi. Bahkan Pemprov akan meminjam dana dari pihak ketiga hingga Rp 1 triliun (tapi ditolak DPRD) untuk membangun sekitar 1000 km jalan provinsi untuk mewujudkan janji manis kampanye Viktory Joss dalam Pilgub 2019 lalu guna menuntaskan pembangunan jalan provinsi dalam tempo 3 tahun.
    Lalu kemudian, pertanyaan, analisis dan berbagai spekulasi itu pun dijawab Pemprov NTT dengan entengnya, bahwa tujuan pembangunan sekitar 40 km jalam dari Bokong ke Lelogama, yakni : 1) untuk menunjang pariwisata langit gelap dan pembangunan observatorium di Gunung Timau; 2) membuka keterisolasian di wilayah Amfoang Selatan yang merupakan daerah perbatasan.
    Jika itu jawabannya, mari kita bedah jawaban itu berdasarkan fakta yang sebenarnya di wilayah tersebut.
    1. Untuk menunjang pariwisata langit gelap di Gunung Timau, benarkah?
    Faktanya, jalan Bokong-Lelogama tersebut tidak menuju ke lokasi pembangunan observatorium tersebut. Jalan menuju observatorium tersebut melalui jalan lain, yakni jalan poros tengah yang telah menjadi jalan strategis nasional. Jalan ini telah dibangun oleh pemerintah pusat (jalan hotmix) dengan anggaran lebih dari Rp 200 M. Jalan tersebut telah dibangun puluhan kilometer hingga mencapai sekitar 1 km dari kaki Gunung Timau.
    Kalau memang demikian maka Jawaban Pemprov tersebut sebenarnya hanya untuk mengelabui kalangan anggota DPRD NTT dan publik NTT yang tidak mengenal geografi dan topografi wilayah tersebut. Waaah! Rupanya ada yang bertingkah seperti abunawas?
    2. Membuka keterisolasia di wilayah perbatasan?
    Sekilas, jawaban kedua itu mungkin ada benarnya bagi anggota DPRD NTT dan publik NTT yang tak mengenal geografi dan topografi wilayah tersebut. Faktanya, dari topografi wilayahnya, akan sangat sulit membangun jalan dari Lelogama, ibu kota Kecamatan Amfoang Selatan ke Naikliu, ibu kota Kecamatan Amfoang Utara.

    Medannya sangat sulit dan butuh investasi sangat besar dan dengan waktu penyelesaian pekerjaan yang memakan waktu bertahun-tahun. Akan sangat sulit membuka jalan dari Lelogama menuju Naikliu yang selama ini hanya bisa ditempuh dengan jalan kaki atau berkuda.
    Jika ingin membuka isolasi wilayah perbatasan di Amfoang, maka seharusnya Pemprov NTT melanjutkan pembangunan jalan Poros Tengah yang sudah dibangun menuju Naikliu, lalu ke Oepoli (berbatasan dengan RDTL).
    Alternatif lain yang lebih bijak, jika Pemprov NTT melanjutkan pembangunan Jalan Provinsi Oelamasi – Naikliu yang selama masih dikerjakan sepotong-sepotong tanpa jembatan? Karena jalan inilah yang selama ini dilalui masyarakat dan menghubungkan puluhan desa dari Oepoli – Naikliu - Fatuleu menuju Kota Kupang.
    Jika demikian, menurut anda, apakah kebijakan anggaran Pemprov NTT untuk membangun Jalan Kabupaten senilai Rp 185 M dengan lebar 5,5 meter hanya untuk dinikmati oleh masyarakat pada 4 desa di Kecamatan Amfoang Selatan adalah tepat? Apalagi harus mengorbankan kepentingan begitu banyak masyarakat yang tersebar pada desa-desa di Selatan Sumba Timur?
    Hàaah… kalau memang jawaban Pemprov NTT yang telah kita ‘bedah’ di atas tidak benar, lalu adakah kepentingan terselubung di balik pembangunan jalan itu? Benarkah selentingan yang beredar bahwa ada kepentingan cukong alias Boss Sapi dibalik pembangunan jalan yang kontroversial itu?
    Hanya oknum-oknum yang punya kepentingan yang bisa menjawabnya dengan jujur. Seperti yang sering dikatakan mantan Gubernur NTT, Piet A. Tallo, “Jangan sampai ada dusta diantara kita”.
    Jangan sampai Pemprov mendustai DPRD NTT, lalu mengorbankan kepentingan masyarakat demi kepentingan elit tertentu alias Boss Sapi yang telah membeli tanah di Lelogama untuk membangun ranch atau peternakan sapi?
    Apalagi iklim di Lelogama sangat cocok untuk peternakan sapi. Boss Sapi tak perlu merogoh kocek untuk menyediakan pakan. Alam dataran tinggi Lelogama akan menyedikan pakan sapi sepanjang tahun. Tapi tentunya kita juga berharap selentingan yang beredar itu tak benar terjadi alias hanya bualan dipinggir jalan.
    Kita semua juga berharap tak akan ada lagi bos-bos lain dibalik pembangunan proyek-proyek di NTT, seperti pembangunan jalan kabupaten di poros tengah Pulau Semau senilai Rp 10 M yang harus memangkas anggaran pembangunan jalan di Manggarai. Semoga. Salam NTT Bangkit! (Redaksi)
    Komentar

    Tampilkan

    No comments:

    Terkini