• Jelajahi

    Copyright © Citra Nusa Online

    Iklan

    Iklan

    Hakim Pra-Peradilan NTT Fair Diadukan ke Komisi Yudisial

    PT Mitratin Group
    Friday, September 6, 2019, September 06, 2019 WIB Last Updated 2021-07-22T09:53:11Z

    Kupang, citranusa.com - Hakim Tunggal Pra-Peradilan Kasus NTT Fair, Hakim Tunggal Fransiska Paula Nino, SH, M.Hum akan segera diadukan ke Komisi Yudisial karena dinilai mengabaikan alias tidak mempertimbangkan dalil-dalil yang diajukan mantan Kepala Dinas PRKP NTT, YA dan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan.

    Demikian dikatakan Kuasa Hukum, YA, Rusdinur, SH, MH usai vonis Hakim Pra-Peradilan Kasus NTT Fair yang menolak gugatan Pra-Peradilan kliennya dan memenangkan Jaksa Agung cq. Kajati NTT sebagai tergugat kepada wartawan di pelataran gedung Pengadilan Negeri Kupang, Kamis (5/9//19) sore.

    “Kami akan buat pengaduan kepada Komisi Yudisial (KY) karena kami melihat apa yang menjadi pertimbangan hukum Hakim dalam memutus perkara ini tidak lengkap. Kami minta Komisi Yudisial menilai apakah ada pelanggaran-pelanggaran dalam pengambilan keputusan tersebut atau tidak? Kalau Komisi Yudisial menemukan adanya pelanggaran maka saya akan minta agar Hakimnya ditindak,” tandas Rusdinur.

    Rusdinur menjelaskan, pengaduan pihaknya tidak mempersoalkan putusan hakim dan sikap hakim yang baik dalam persidangan. “Berkaitan dengan putusan Pra-Peradilan tadi, kami menghormatinya. Ini bersifat final dan mengikat. Namun kami akan langkah-langkah hukum karena kami melihat pertimbangan hukum Hakim yang tidak lengkap dalam memutus perkara ini sehingga merugikan klien kami,” ungkapnya.

    Menurut Rusdinur, Hakim mengabaikan semua dalil hukum dan fakta hukum yang terungkap dalam persidangan dalam pertimbangan hukum keputusannya. “Kami menghormati putusan Hakim dan kami tidak mempersoalkan putusan Hakim karena merupakan hak Hakim. Tapi kami melihat pertimbangan-pertimbangan yang dilakukan hakim dalam memutus perkara ini tidak lengkap karena mengabaikan semua dalil yang kami ajukan dan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan,” ujarnya.

    Sementara itu, berdasarkan catatan ringkas pokok dari putusan Pra Peradilan NTT Fair yang diperoleh citranusaonline.com dari Kasi Penkum Kejati NTT, Abdul Hakim sekitar 1 jam setelah sidang sebagai berikut :

    Pertimbangan hakim :
    1. Bahwa terkait dengan pemohon tidak dapat diminta pertanggug jawaban di tolak karena sudah masuk pokok perkara dan itu merupakan kewenangan penyidik.
    2. Penyidikan tidak prematur, penetapan tersangka dan penahanan terhadap pemohon adalah sah karena secara formil sudah sesuai dengan putusan MK dan merujuk ke pasal 184 KUHAP.
    3. Peristiwa dalam pekerjaan NTT fair adalah mengarah ke hukum publik sehingga dalil pememohon tidak beralaskan hukum.

    Memutuskan : 
    1. Menyatakan penyidikan, penetapan tersangka dan penahanan terhadap Pemohon adalah sah.
    2. Membebankan biaya perkara kepada pemohon.

    Seperti diberitakan sebelumnya, ada sekitar 15 fakta yang mengejutkan, menyudutkan dan tak terbantahkan oleh Tim Jaksa Kejati NTT dalam Persidangan Pra-Peradilan NTT Fair, yakni :

    1.  Penyelidikan terhadap pekerjaan Pembangunan Fasilitas Pameran Kawasan NTT Fair oleh Termohon dilakukan sebelum BPK RI melakukan audit rutin sebagai bentuk kewajibannya melakukan pengujian kepatuhan Pemprov NTT.
    BPK RI menerbitkan LHP Nomor: 20.a/LHP/XIX.KUP/O5/2019 tertanggal 24 Mei 2019 dan LHP tentang Sistem Pengendalian Intern Nomor: 20.b/LHP/XIX.KUP/O5/2019 tertanggal 24 Mei 2019, terutama terkait pekerjaan Pembangunan Fasilitas Pameran Kawasan NTT Fair.

    2. BPK RI memberikan jangka waktu tindaklanjut temuan selama 60 hari kepada pihak-pihak terkait. Ketentuan tentang pemberian kesempatan bagi pelaksanaan tindak lanjut temuan/rekomendasi BPK diatur dalam Pasal 20 UU Nomor 15 Tahun 2004 dan juga tertuang dalam Pasal 3,4 dan 5 UU Nomor 2 Tahun 2010 tentang Pemantauan Pelaksanaan Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan BPK.

    3. Pekerjaan Pembangunan Fasilitas Pameran Kawasan NTT Fair mendapat pendampingan dari Tim Pengawalan Pengamanan Pemerintah dan Pembangunan Daerah (TP4D) dari Kejati NTT (Termohon). Namun faktanya Termohon tidak melakukan koordinasi dengan TP4D, terutama terkait ditemukannya dugaan tindak pidana korupsi. Padahal TP4D adalah tim yang dibentuk langsung oleh Termohon yang tugasnya melekat serta memiliki tanggung jawab penuh untuk melakukan pengawalan terhadap pelaksanaan pekerjaan pembangunan tersebut.

    4. Dengan dalil ditemukannya dugaan tindak pidana korupsi dalam pembangunan NTT Fair, maka keberadaan TP4D tidak berguna. Malah termuan dugaan korupsi tersebut dibuat seolah-olah Termohon telah berprestasi untuk mengungkap kasus korupsi dalam proyek tersebut.

    5. Termohon mengabaikan etika penyidikan, asas-asas hukum yang tertulis dan tidak tertulis dengan menciptakan aturan sendiri, serta mengesampingkan seluruh peraturan perundang-undangan, khususnya UU Nomor: 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, UU Nomor 15 Tahun 2006 Tentang BPK RI, UU Nomor; 17 Tahun 2003 Tentang Perbendaharaan Negara, UU Nomor: 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharan Negara, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor Perkara: 21/PUU-XII/2014, Perintah Presiden RI yang dijadikan Pedoman bagi Kejaksaan Agung RI.

    6. Tindakan Termohon yang menciptakan aturan sendiri serta mengesampingkan peraturan perundang-undangan yang berlaku tersebut jelas terlihat dalam rangkaian perbuatan Termohon  dalam menyajikan Perhitungan Kerugian Negara. Faktanya seluruh tindakan tersebut bertolak belakang dengan LHP BPK RI Perwakilan NTT.

    7. Hasil pemeriksaan pekerjaan NTT Fair oleh Tim Politeknik Negeri Kupang tanggal 3 Mei 2019 hanyalah menggambarkan kekurangan volume pekerjaan yang tidak nyata dan pasti jumlah kerugian Negara.
    Bahwa tindakan Termohon untuk men-de clare perhitungan kerugian keuangan Negara melalui BPKP NTT justru merupakan siasat termohon yang mestinya belum dapat diajukan karena pekerjaan Pembangunan NTT Fair belum berpotensi mengakibatkan kerugian Negara karena masih menunggu LHP BPK RI.

    8. Apalagi saat itu ada beberapa jaminan, yakni 1) Jaminan sisa pekerjaan sekitar 30% masih tersimpan di Bank NTT; 2) Jaminan pelaksanaan pekerjaan sekitar 10% dari nilai kontrak ada di PT Jamkrida NTT; dan 3) Jaminan Pemeliharaan sekitar 5% dari nilai kontrak, juga masih tersimpan di PT Jamkrida NTT; 4) Jaminan berupa invoice dari 2 unit Excavator.

    9. Berdasarkan UU Nomor 15 Tahun 2006 tentang BPK, Kerugian Negara didefinisikan sebagai uang, surat berharga dan barang yang nyata-nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum dan dalam hal terjadi kerugian Negara/daerah, maka perhitungan kerugian Negara/daerah secara pasti berbentuk uang atau barang yang dapat dnilai dengan uang yang harus dikembalikan kepada Negara/daerah.

    10. Dalam LHP-nya, BPK RI hanya menemukan kelebihan pembayaran uang (jika dibandingkan realisasi pembayaran dengan progres fisik proyek NTT Fair yang telah dikerjakan konraktor pelaksana), denda keterlambatan dan jaminan pelaksanaan yang belum dicairkan oleh PT Jamkrida NTT.

    11. Seluruh rangkaian penyidikan yang dilakukan Termohon dlam waktu singkat adalah premature dan terburu-buru sehingga tidak memiliki alasan hukum yang kuat untuk menetapkan Termohon sebagai Tersangka dan menahan Termohon. Hal itu menunjukan adanya niat (mens rea) yang salah karena belum tergambar secara konkret adanya potensi/kerugian Negara.

    12. Penyelidikan dan Penyidikan tidak sah karena Penyelidikan dilakukan sebelum adanya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan Penyidikan dilakukan sebelum BPK RI melakukan audit rutin. Bahkan dalam masa tindak lanjut LHP BPK RI selama 60 hari, Termohon telah mengeluarkan surat Penyidikan Lanjutan, Penetapan Tersangka, Penangkapan dan PenahananTermohon.

    13. Semua Keterangan /pendapat Saksi Ahli Hukum Pidana, Dr. Erdiano Effendi, SH, M.Hum yang dihadirkan Pemohon tidak terbantahkan oleh Tim Jaksa Kejati NTT. Keterangan/pendapat saksi ahli antara lain mengatakan bahwa :

    (a) Putusan MK Nomor 3 Tahun 2005 yang dengan tegas menyatakan bahwa yang berhak menghitung kerugian negara adalah ahli dibidang keuangan Negara.

    (b) Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) RI Nomor 4 Tahun 2016 menyatakan dengan  tegas bahwa lembaga yang dapat men-de clare perhitungan kerugian Negara adalah BPK.

    (c) Perhitungan kerugian Negara harus jelas dan konkret dalam bentuk angka-angka uang atau barang yang dapat dinilai dengan uang. Tidak boleh mengada-ada.

    14. Penyelidikanim pemeriksa Politeknik Negeri Kupang yang merupakan ahli bangunan boleh memeriksa fisik proyek NTT Fair berkaitan dengan volume dan bestek. Namun kerugian Negara harus dihitung atau dide-clare oleh BPK/BPKP.

    15. Semua saksi yang diajukan oleh Termohon ditolak oleh Hakim Tunggal Pra-Peradilan Kasus NTT Fair karena dinilai tidak independen dan berada di bawah tekanan. (sf/tim)
    Komentar

    Tampilkan

    No comments:

    Terkini