![]() |
Danny Suhadi |
Kupang, Citra Nusa Online.Com - Virus African Swain Fever (ASF) atau Virus Demam Babi Afika menyerang ternak babi di Republic Demokratik Timor Leste karena itu pemerintah Indonesia bersiaga melakukan tindakan mitigasi dan deteksi dini untuk mencegah/menangkal penyebaran virus tersebut ke wilayah Indonesia, khususnya daerah Timor Barat dan Kabupaten Alor.
Kepala Dinas Peternakan NTT, Danny Suhadi yang dikonfirmasi media ini di ruang kerjanya, Rabu (6/11/19), menjelaskan, virus ASF yang sangat mematikan itu belum ada obat atau vaksin untuk menangkal penyebarannya.
“Karena itu diperlukan tindakan mitigasi dan deteksi dini untuk mencegah penyebaran virus ASF dari Timor Leste ke wilayah Indonesia. Kita selalu siaga di perbatasan RDTL - Timor Barat dan Maritaing Alor,” ujar Suhadi.
Menurutnya, pemerintah Indonesia melalui Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan telah melarang pemasukan ternak babi dan semua produk olahan yang berasal dari babi masuk ke wilayah Indonesia dari 9 negara yang tertular ASF.
“Wilayah NTT memiliki risiko tinggi/terancam masuknya virus ASF. Penyebaran penyakit ini akan memberikan dampak luas bagi ekonomi dan kehidupan sosial budaya masyarakat,” tutur Suhadi.
Gubernur NTT, kata Suhadi, juga telah mengeluarkan surat Momor : 001/DISNAK/2019 tertanggal 13 Oktober 2019 yang ditujukan kepada bupati/walikota se-NTT dan instansi terkait untuk melakukan upaya dateksi dini dan pencegahan penyebaran ASF.
“Jadi tidak boleh ada ternak babi dan daging/produk olahan dari babi yang masuk dari Timor Leste ke wilayah Indonesia, baik dari perbatasan Timor Barat, Maritaing Alor maupun Denpasar Bali. Petugas di semua pintu masuk dari negara-negara (9 negara) yang tertular ASF disiagakan,” ujar Suhadi.
Selain itu, lanjutnya, ban kendaraan yang masuk dari Timor Leste ke wilayah Indonesia harus disemprot disinfektan. “Kita juga punya tim reaksi cepat untuk tindak lanjut adanya kejadian/laporan kematian ternak babi dari masyarakat,” kata Suhadi.
Suhadi menjelaskan, pernah ada pemberitaan media online tentang kematian puluhan ekor babi di Maulafa, Kota Kupang yang diduga terseran ASF. Namun setelah diteliti Tim Reaksi Cepat Dinas Peternakan NTT, ternyata kematian puluhan ekor babi tersebut bukan karena serangan virus ASF.
Serangan ASF, lanjut Suhadi, menyebabkan kematian 100 persen dalam waktu singkat. “Yang terjadi di Maulafa, ada peternak yang belasan ekor babinya mati dalam 2 bulan terakhir. Itu karena sanitasi kandang dan perlakuan terhadap anak babi yang tidak bagus,” ujar Suhadi.
Suhadi menjelaskan, pihak berpaya semaksimal mungkin untuk mencegah penyebaran ASF ke wilayah NTT karena akan menimbulkan dampak kerugian yang sangat besar bagi masyarakat dan ekonomi daerah.
"NTT sebagai daerah dengan ternak babi terbesar di Indonesia, memiliki sekitar 2 juta ekor ternak babi. Jika yang diserang ASF hanya 10 persen maka ada kematian 200 ribu ekor babi. Jika kita nilaikan rata-rata Rp 2,5 juta ekor. Maka peternak kita rugi hingga Rp 500 M. Harga daging lainnya akan naik dan akan menyebabkan inflasi," paparnya.
Menurut Suhadi, tanda-tanda klinis ASF mirip dengan penyakit babi lainnya. ASF hanya dapat dideteksi oleh laboratorium yang terakreditasi.
Virus ASF dapat menyebar melalui kontak langsung serangga dan material pembawa (fomites) termasuk pakaian, peralatan peternakan, kendaraan, dan pakan mentah yang terkontaminasi.
“ASF tidak berbahaya bagi manusia atau masalah kesehatan masyarakat (bukan zoonisis). Dan hingga saat ini belum ada vaksin untuk melawan ASF,” ujarnya.
Suhadi memaparkan, ada beberapa langkah yan harus dilakukan jika ada dugaan serangan ASF, yakni :
- Melaporkan kepada petugas Dinas Peternakan Kesehatan hewan setempat dalam waktu 1 x 24 jam.
- Babi yang mati akan segera dikuburka oleh petugas untuk mencegah penularan.
- Tidak menjual babi yang sakit/karkas.
- Isolasi hewan sakit dan peralatan. Pengosongan kandang selama 2 bulan. (cn/ian)
No comments:
Post a Comment