• Jelajahi

    Copyright © Citra Nusa Online

    Iklan

    Iklan

    Pemprov NTT ‘Anaktirikan’ Guru Komite dan Guru Swasta

    PT Mitratin Group
    Wednesday, December 18, 2019, December 18, 2019 WIB Last Updated 2021-07-22T10:23:34Z

    Kupang, Citra Nusa Online.Com - Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTT dinilai masih ‘menganaktirikan’ guru komite (dikontrak Komite Sekolah, red) dan guru swasta (dikontrak yayasan/lembaga swasta, red) dalam pemberian insentif.

    Hal ini terungkap dalam diskusi akhir tahun bertajuk ‘Proyeksi Pendidikan NTT Tahun 2020’ yang diselenggarakan BPMS NTT di Aula DPD RI - NTT, Rabu (17/12/19).

    Dalam pemaparan materinya, Ketua BMPS NTT, Winston Neil Rondo memberikan apresiasi terhadap beberapa kebijakan Pemprov NTT di bidang pendidikan, antara lain dengan mengalokasikan anggaran sebesar Rp 50 Milyar dalan APBD NTT untuk insentif/biaya transportasi dan kesra bagi guru honor dan PNS.

    Namun Rondo mengungkapkan, dibalik alokasi dana  Rp 50 M tersebut masih ada kebijakan/perlakuan Pemprov NTT yang dinilai masih diskriminatif alias ‘menganaktirikan’ guru komite dan guru yayasan/swasta.

    Pada tahun 2019, lanjut Winston, Pemrov NTT mengalokasikan anggaran senilai Rp 50 M untuk kebutuhan sekitar 11.000 guru. Namun dalam pembagiannya, masih terjadi ketimpangan. Besaran yang didapat oleh Guru Honer Komite hanya sebesar Rp 400.000 dan Guru Honor Yayasan hanya sebesar Rp 300.000.

    “Sekolah Swasta (Yayasan, red) salahnya apa? Apakah dalam pendidikan NTT mereka di kelasduakan? Ini menyakitkan dan mengkonfirmasi adanya diskriminasi,” ujar Rondo.

    Selain itu, adanya regulasi Undang-Undang ASN yang mengharuskan Guru ASN bekerja pada Instansi Negeri, atau Sekolah Negeri, sangat menyulitkan sekolah swasta/yayasan.  “Kami harapkan kepada Gubernur agar dapat memberikan kebijakan tegas sehingga tenaga pengajar ini tidak membuat kapling status  dalam menjalankan fungsi dan tugasnya,’ tandasnya.

    Dalam kesempatan itu, Rondo juga membeberkan masalah-masalah yang dihadapi sekolah swasta, antara lain :

    1. Guru Swasta cukup sulit untuk mendaptkan SK Gubernur sebagai syarat NUPTK.
    2. Realisasi Dana Bos bagi Sekolah Swasta sering terlambat, sehingga membuat adanya penggunaan anggaran yang bersumber dari utang untuk melaksanakan Ujian Nasional.
    3. Masih adanya kontroversi terkait pemungutan uang komite dari orangtua murid.
    4. Kurangnya pelatihan bagi peningkatan kualitas guru swasta,


    Masalah-masalah tersebut, jelas Rondo, berdampak pada mutu pendidikan NTT. “Masalah yang dihadapi sekolah Swasta  berdampak pada mutu pendidikan NTT. Pendidikan kita konsisten di peringkat ke-30  Nasional,” jelasnya.

    Adapun harapan terhadap Proyeksi Pendidikan NTT tahun 2020 antara lain :

    1. Perlu adanya kesetaraan antara Guru sekolah Negeri dan Swasta dalam APBD 2020.
    2. Memastikan Guru komite dan yayasan/lembaga swasta memenuhi syarat untuk mendapatkan insentif yang sama.
    3. Mendukung DPRD dan Pemprov NTT untuk mengatasi persoalan Guru  menjadi urusan Pemerintah Pusat.

    Menurut Rondo, dengan keterbatasan anggaran yang dialami maka sudah seharusnya kesekahteraan guru komite dan yauasam/lembaga swasta menjadi urusan pemerintsh pudat.

    “Adanya keterbatasan dana mengharuskan Pemerintah RI untuk memberikan perhatian penuh terhadap Guru Komite dan Guru Yayasan/lembaga serta Guru Negeri yang ada di NTT,” tandasnya. (cn/ian)
    Komentar

    Tampilkan

    No comments:

    Terkini