![]() |
Meridian Dewanta Dado, SH |
Kupang, Citra Nusa Online.Com - Pimpinan PT. Agogo Golden Group (AGG) terancam pidana hingga 10 tahun penjara atau denda maximal Rp 10 Milyar karena diduga melakukan tindak pidana penambangsn liar di Galong, Desa Watupari, Kecamatan Kota Komba, Kabupaten Manggarai Timur, NTT.
Demikian dikatakan Koordinator Tim Pembela Demokrasi (TPDI) Wilayah NTT, Meridian Dewanta Dado, SH dalam rilisnya yang diterima media ini, Sabtu (8/2/20) sore melalui pesan Whats App menanggapi pemberitaan media tentang dugaan penambangan ilegal/liar yang dilakukan oleh PT. AGG di Galong.
![]() |
Lokasi Tambang Ilegal PT. AGG di Galong, Desa Watu Pari, Kec. Kota Komba, Kab. Manggarai Timur. |
"Ini sesuai ketentuan Pasal 158 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang menegaskan bahwa : Setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa Izin Usaha Pertambangan (IUP), Izin Pertambangan Rakyat (IPR) atau Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, Pasal 40 ayat (3), Pasal 18, Pasal 67 ayat (1), Pasal 74 ayat (1) atau ayat (5) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah)," tandas Dado.
Dado mempertanyakan keberanian pihak Kepolisian memproses hukum PT. AGG. "Walaupun kegiatan penambangan Material Galian C secara ilegal oleh PT Agogo Golden Group (AGG) itu nyata-nyata merupakan tindak pidana sesuai ketentuan Pasal 158 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, namun anehnya Kapolres Manggarai Timur justru pura-pura tidak tau dan tidak memiliki nyali untuk mempidanakan PT Agogo Golden Group (AGG)," tulis Dado.
Padahal, lanjutnys, segenap bukti dan unsur-unsur tindak pidana pertambangan ilegal sudah memenuhi syarat yuridis untuk dilakukannya proses penyidikan oleh Polres Manggarai Timur terhadap PT. Agogo Golden Group.
Dado menjelaskan, debelum melakukan kegiatan penambangan Material Galian C di Galong, Desa Watu Pari - Kecamatan Kotà Komba, Kabupaten Manggarai Timur (Matim) dengan menggunakan excavator maka semestinya PT. Agogo Golden Group (AGG) harus memiliki legalitas hukum berupa Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang diterbitkan oleh Pemerintah Provinsi NTT melalui Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi NTT dan sebelumnya terlebih dahulu harus ada yang namanya Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) sebagai dasar eksistensi wilayah yang diberikan kepada pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP).
Ia memaparkan, dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (PP) Nomor : 23 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, pada Pasal 7 menegaskan bahwa Izin Usaha Pertambangan (IUP) diberikan melalui tahapan pemberian Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) dan setelah itu barulah diterbitkan Izin Usaha Pertambangan (IUP).
Selanjutnya, kata Dado, pada Pasal 20 ayat (2) huruf (b) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (PP) Nomor : 23 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara dinyatakan bahwa sebelum memberikan Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) mineral bukan logam atau batuan, Gubernur harus mendapat rekomendasi terlebih dahulu dari Bupati / Walikota.
"Oleh karena pada kenyataannya PT. Agogo Golden Group (AGG) tidak memiliki legalitas Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) serta Izin Usaha Pertambangan (IUP) selama melakukan usaha pertambangan Material Galian C di wilayah Kabupaten Manggarai Timur maka sungguh sangat fatal apabila Bupati Manggarai Timur sebagai penguasa wilayah setempat bisa seenaknya lepas tangan terhadap pelanggaran pidana berupa penambangan Material Galian C secara ilegal di Galong, Desa Watu Pari - Kecamatan Kota Komba, Kabupaten Manggarai Timur oleh PT Agogo Golden Group (AGG) tersebut," ujar Dado.
Menurut kami, tulis Dado,
hanya pihak-pihak yang tidak memperhitungkan dampak hukum, dampak sosial atau konflik masyarakat serta dampak kerusakan lingkungan yang tetap membiarkan aktivitas ilegal itu tetap berlangsung di wilayah kekuasaannya.
"Kami tidak anti terhadap aktivitas pertambangan Material Galian C demi mendukung proses pembangunan suatu wilayah, namun semuanya harus melalui mekanisme dan mengikuti aturan yang berlaku sehingga kesesuaian tata ruang, keseimbangan lingkungan dan aspek karakteristik budaya masyarakat berdasarkan kearifan lokal tetap terus bisa terjaga," tegasnya
Seperti diberitakan sebelumnya, PT. Agogo Golden Group (AGG) menggunakan galian C yang berasal dari tambang yang tak memiliki ijin tambang (tambang ilegal, red) untuk mengerjakan Jalan Propinsi, ruas Bealaing – Mukun – Aegela Segmen 2 senilai Rp 14,1 Milyar.
Galian C yang digunakan oleh PT. AGG untuk perkerasan Jalan Propinsi NTT (sekitar 10 km sesuai kontrak, red), diperoleh dari tambang ilegal di Galong, Desa Watu Pari, Kecamatan Elar Selatan, Kabupaten Manggarai Timur (Matim) - NTT. Lokasi penambang ilegal itu digali sendiri oleh oleh PT. AGG dengan menggunakan 1 unit excavator.
Berdasarkan investigasi Tim media ini pada Rabu (10/1/20), ditemukan titik tambang galian C di Kampung Galong, Desa Watu Pari, sekitar 2 km dari titik awal pekerjaan perkerasan jalan tersebut. Lokasi tersebut berada di hutan sekitar 1 km sebelum memasuki Kampung Galong, Desa Watu Pari, Kecamatan Elar Selatan. Saat Tim investigasi tiba di lokasi tambang ilegal tersebut, tak ada aktivitas tambang oleh PT. AGG.
Seperti disaksikan Tim investigasi media ini, tampak reruntuhan material bekas galian di lokasi yang berada tepat di tepi jalan propinsi, ruas Bealaing-Mukun-Mbazang. Lubang bekas galian di bukit tersebut sekitar 100 meter x 50 meter. Masih ada tumpukan material/agregrat gunung di lokasi tambang ilegal tersebut.
Beberapa warga yang ditemui di lokasi tersebut mengatakan, lokasi tambang tersebut merupakan lahan milik warga setempat yang dikontrak oleh PT. AGG. “Ini galiannya PT. Agogo untuk buat jalan. Lokasi ini milik tuan tanah di sini yang dikontrak PT. Agogo,” ujarnya.
Excavator milik PT. Agogo tampak sekitar 1 km dari lokasi tambang. Di tepi jalan di dalam perkampungan penduduk. Menurut warga setempat, excavator tersebut telah diparkir sejak tanggal 24 Desember 2019. Dari informasi yang dihimpun dari warga setempat, diduga penggalian tersebut dihentikan oleh pemilik lahan karena belum ada pembayaran dari PT. AGG.
![]() |
Pengawas PT. Agogo, Paskalis. |
Pengawas Lapangan PT. AGG, Paskalis yang ditemui Tim Investigas di Kampung Bong, Desa Watu Pari, mengakui jika tambang galian C tersebut merupakan lahan milik masyarakat setempat yang dikontrak oleh PP. AGG. Namun mengenai ada tidaknya ijin tambang galian C dari Pemerintah Propinsi NTT, Paskalis tidak mengetahuinya. “Kalau tentang ijin tambang, itu perusahaan yang tahu,” katanya.
Direktur PT AGG, Rekta Mandrawa yang dikonfirmasi melalui telepon selularnya pada Senin (13/1/20), mengakui bahwa pihaknya tidak memiliki ijin Galian C di Galong, Kecamatan Elar Selatan, Matim. “Haa... memang tidak ada ijin galian C. Kontraktor lain juga biasanya seperti itu. Tidak ada ijin galian C,” jawabnya.
Menurut Rekta, biasanya pihak kontraktor tidak memerlukan ijin galian C di Galong untuk pelaksanaan proyek. “Itu bukan ijin, kita kontrak kwuari milik masyarakat setempat. Nanti baru kita lapor saat pekerjaan selesai. Saat PHO (Purchasing Hand Over/Serah Terima Pertama dari kontraktor kepada PPK, red), kita pasti bayar pajak galian C di kabupaten (tempat lokasi galian, red) karena itu menjadi syarat saat PHO,” jelasnya. (cn/tim)
No comments:
Post a Comment