Sius Djobo saat memasukan pengaduan di Setum Polda NTT
Kota Kupang, Citra Nusa Online Com - Bupati Kabupaten Alor, Amon Djobo dilaporkan oleh keponakan kandungnya, Sius Djobo ke Polda NTT. Laporan tertulis berupa pengaduan masyarakat yang ditujukan kepada Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) NTT tersebut terkait pengerusakan hutan mangrove pada 2017 lalu. Menanggapi laporan itu, Amon Djobo balik menuding keponakannya sebagai ‘Orang Gila’.
Bupati Alor, Amon Djobo diadukan Sius Djobo ke Kapolda NTT
pada Selasa (6/12/22) pagi melalui selembar surat No.01/LP.POLDA/Mangrove/2022.
Surat dengan Perihal: Pengrusakan Mangrove Oleh Bupati Alor itu menyertakan 1
jepitan lampiran. Surat tertanggal 5 Desember 2022 tersebut ditujukan kepada Kapolda
NTT di Kupang.
“Bersama dokumen terlampir, saya melaporkan perbuatan Bupati
Alor yang merusak mangrove di Kabupaten Alor seluas ratusan meter persegi yang
sudah ada laporan masyarakat,” tulis Sius Djobo dalam pengaduannya.
Menurut Sius Djobo, Bupati Alor telah membuat pernyataan di
media online bahwa dari Polda NTT telah melakukan Penyelidikan dan suruh tanam
kembali. “Ini pernyataan yang melecehkan kinerja Polda NTT sehingga perlu Polda
NTT mengambil sikap terkait pengerusakan mangrove ditindaklanjuti agar hukum
benar-benar diadili sesuai peraturan hukum pidana pengrusakan lingkungan hidup
dan konservasi laut serta keberlangsungan hidup manusia dan biota laut,”
tulisnya.
Sius Djobo yang diminta copian bukti-bukti yang menjadi
lampirannya, mengaku tidak memiliki copyan rangkap. “Bukti-bukti lampiran saya
sudah kasih ke Polda tadi. Saya tidak punya copiannya,” katanya.
Menurut Sius, setelah membeli lahan tersebut, Bupati Amon
Djobo membangun pagar keliling kemudian menggusur pohon-pohon di dalamnya termasuk
hutan mangrove di bibir pantai. “Di pagar dari jalan sampai kawasan hutan
mangrove. Kemudian digusur pohon-pohonnya dan ditimbun dengan sirtu,” bebernya.
Sementara itu, Bupati Alor, Amon Djobo yang dikonfirmasi Tim
Media ini sore tadi membantah adanya pengrusakan hutan mangrove oleh dirinya. Bahkan,
Amon Djobo balik menuding keponakan kandungnya, Sius Djobo sebagai ‘Orang
Gila’.
“Tanah yang disebut hutan mangrove itu saya beli sudah ada
sertifikat (Sertifikat Hak Milik/SHM, red). Kalau masuk kawasan hutan mangrove,
tidak mungkin bisa keluar sertifikat (SHM, red). Jadi ‘Orang Gila’ saja yang
mau buat laporan seperti itu. Sius itu ‘Orang Gila’ karena stres akibat banyak
hutang,” ujar Amon Djobo.
Menurutnya, tanah yang ada Sertifikat Hak Milik, tidak mungkin
masuk lokasi hutan mangrove. “Saya beli dari 4 orang tuan tanah yang berbeda
baru saya satukan dan pagar keliling. Lebarnya sekitar 30-50 meter dan
panjangnya sekitar 175 meter. Semua ada sertifikatnya kok. Hanya orang bodoh
yang cari-cari masalah dan laporkan itu,” tandas Amon Djobo.
Menurutnya, saat dikonfirmasi, Ia sedang duduk bersama 2
orang pemilik tanah tersebut. Seorang diantaranya, Darius Lakal diminta untuk
berbicara. Dengan nada kesal dan marah, Lakal pun menyatakan bahwa salah satu
bidang tanah tersebut adalah miliknya.
“Sebagian tanah itu milik saya dan ada sertifikatnya. Itu
kebun dan kandang binatang. Kami jual untuk biaya anak sekolah. Jadi bukan
kawasan hutan mangrove. Hanya ‘orang gila’ yang bilang kalau tanah itu masuk
kawasan hutan mangrove. Orang bodoh yang tidak mengerti aturan,” tandas Lakal.
Bupati Amon Djobo menjelaskan bahwa Ia adalah penerima
penghargaan Kalpataru sehingga tidak mungkin merusak lingkungan. “Saya dan alm.
Piet Tallo menerima Kalpataru dari Ibu Megawati saat menjadi Presiden. Tidak
mungkin saya sengaja merusak lingkungan. Kalau saya curi yah laporkan saja ke
KPK. Jangan cari-cari masalahlah. Orang bodoklah,” tandasnya.
Amon Djobo mengaku pernah menjadi Kepala Badan Lingkungan
Hidup selama 3 tahun dan menjadi Kepala Dinas Kehutanan selama setahun. “Saya
banyak tanam pohon dimana-mana untuk hijaukan daerah ini. Tak mungkinlah saya
sengaja merusak hutan mangrove,” tegasnya.
Menurut Amon Djobo, saat membeli lahan tersebut tumbuh
berbagai jenis pohon campuran, seperti mahoni, jati, kelapa, mangrove putih dan
pohon asam. “Ada pohon asam besar-besar. Ada juga mangrove putih yang biasa dipotong
warga untuk bakar batu bata merah di sekitar lokasi itu,” jelasnya.
Amon Djobo mengakui, lokasi tersebut pernah diperiksa oleh
Tim dari Polda NTT. “Penyidik dari Polda sudah pernah datang lihat. Memang saat
pembersihan ada masuk sekitar 3 meter tapi penyidik suruh tanam kembali. Saya
sudah tanam kembali dengan rapi. Nanti saya kirim fotonya,” bebernya.
Untuk mengamankan mangrove yang telah ditanam kembali,
lanjut Amon Djobo, pihaknya memagar dengan seng bekas. “Kami harus pagar dengan
seng bekas supaya mangrove yang ditanam itu tidak diinjak dan dirusak oleh
orang yang biasa datang tembak burung. Jadi bukan saya mau kuasai mangrove itu,”
tandasnya.
Bupati Amon Djobo yang dimintai foto sertifikat tanah
tersebut mengirimkan foto 4 lembar sertifikat. Kwitansi pembelian tanah
bermaterai. Juga foto Surat Pernyataan Pelepasan Hak dari para pemilik tanah
sebelumnya. Ada 21 lembar foto bukti kepemilikan yang dikirimnya. Selain itu,
Bupati Amon juga mengirimkan belasan foto dari ratusan anakan mangrove yang
telah ditanamnya.
Ada juga Surat Keterangan di Luar Kawasan Hutan dan PIPPIB
dari UPTD Kesatuan Pengelolaan Hutan Wilayah Kabupaten Alor, Dinas Lingkungan
Hidup dan Kehutanan NTT. Dalam surat tersebut dikatakan bahwa berdasarkan hasil
survey lokasi serta telaah kawasan hutan maka bidang tanah dengan SHM No.711
diketahui tidak berada di dalam kawasan hutan.
Amon juga mengirimkan foto mangrove yang telah ditanamnya
pada lokasi yang dipersoalkan. Tampak dalam foto tersebut, anakan mangrove yang
ditanam dengan rapi telah tumbuh subur. “Suruh mereka datang untuk lihat apa yang
saya tanam, ‘Orang Gila’ saja yang persoalkan apa yang saya buat di atas lahan
milik saya. Kasihanlah,” ujarnya dengan logat khas Pulau Kenari. (cn/tim)
No comments:
Post a Comment